KAJIAN LANSKAP LINGUISTIK PAPAN PENANDA TEBET ECOPARK

Authors

  • Edy Nugraha Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta
  • Wini Tarmini Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta

DOI:

https://doi.org/10.25170/kolita.21.4837

Keywords:

bilingualisme, lanskap linguistik, makna simbolik, penggunaan bahasa di publik

Abstract

Tebet Ecopark adalah taman yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2022 dan dikelola oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dari kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pembangunan nasional dan pendidikan, sudah sepatutnya dalam pembangunan taman menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan membahas bagaimana penggunaan bahasa untuk papan penanda yang ada di Tebet Ecopark dilihat dari sudut pandang informasi yang tersaji dan makna simbolik di dalamnya. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lanskap linguistik menggunakan teori Spolsky dan Coper (1997) dan Landry dan Bourhis (1991). Hasil penelitiannya adalah dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan, papan peresmian adalah satu-satunya papan penanda yang menggunakan bahasa Indonesia. Untuk papan penanda jalan dan wahana, digunakan pula dua bahasa model komplementasi, yaitu dua jenis kalimat berbeda dan saling melengkapi. Penamaan area taman menggunakan bahasa Inggris sementara papan aturan di area menggunakan berbahasa Indonesia dengan munculnya beberapa kata bahasa Inggris. Akan tetapi, untuk papan tanda kewaspadaan, pembuat papan tanda menggunakan bahasa Indonesia secara dominan dan hanya ada satu kata berbahasa Inggris yaitu orange. Dari aspek jumlah bahasa dan bilingualitas yang muncul di setiap papan penanda, dapat dilihat makna simbolik. Peminggiran bahasa terjadi di dalam papan penanda peraturan dan petunjuk jalan. Penggunaan istilah bahasa Inggris pada nama jalan juga termasuk peminggiran bahasa Indonesia. Makna simbolik dari papan peresmian dan papan penanda kewaspadaan lebih menekankan pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Seharusnya, pembuat bahasa papan penanda ini menyadari bahwa bahasa Indonesia sangat penting seperti dalam keadaan darurat dan papan peresmian agar para pengunjung paham apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat.  Papan penanda lainnya pun harus berfokus kepada penggunaan bahasa Indonesia. Barulah ketika Bahasa Indonesia sudah dominan di setiap papan penanda, bahasa lain diperbolehkan sebagai bahasa kedua dengan ukuran yang lebih kecil tetapi dengan model duplikasi, mengulang maksud yang sama agar tidak terjadi peminggiran bahasa Indonesia.

Downloads

Published

2023-10-30
Abstract views: 125 | PDF downloads: 94